Wisata

Dari Kalibagor Ke Negeri K-POP,Ini Pengalaman 3 Guru SMKN1

Senin, 13 Mei 2019 10.04

Suara Purwokerto -


SMK Negeri 1 Kalibagor pada bulan Februari-Maret 2019 kemarin,  telah berhasil mengikutsertakan 3 orang gurunya untuk mengikuti  seleksi  Program  Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan ke luar negeri tahun 2019.  

Kegiatan ini diselengga-rakan oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan melibatkan P4TK Pertanian Cianjur.

Dari ke  tiga orang guru tersebut,  satu orang yaitu Ibu  Rini Asih Tursilawati, S.TP., berkesempatan untuk mengikuti Pelatihan Luar Negeri ke Cina, dan dua orang lainya memperoleh kesempatan untuk belajar ke Korea Selatan.

Adapun ke dua orang guru tersebut adalah penulis sendiri, yaitu Hariyanto, S.TP., MP., mewakili  Kompetensi Keahlian Alat Mesin Pertanian, dan Ibu Sari Suksesi SP., mewakili  kompetensi Keahlian Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura. 

Penulis berada di Korea Selatan, mulai tanggal 12 Mei sampai dengan 31 Mei 2019. Selama berada di Korea, penulis beserta rombongan yang berjumlah 22 orang, berkunjung dan belajar di berbagai  tempat, baik lembaga pendidikan, lembaga pemerintah,  perusahaan, kelompok tani dan petani sukses. Di samping itu  belajar ilmu yang relevan dengan bidangnya, penulis juga berkesempatan melakukan wisata budaya, menelisik sejarah, kebiasaan dan nilai-nilai luhur yang telah membudaya di Korea.

Banyak sekali pengalaman berharga yang penulis peroleh selama berada di negeri Gingseng. Berikut ini beberapa pengalaman, terutama nilai positif  yang semoga dapat memicu dan memacu kita semua sebagai masyarakat Indonesia untuk dapat mencapai kemajuan luar biasa sebagaimana masyarakat Korea Selatan pada saat ini.

1. Motivasi hidup dan Kemandirian pangan

Indonesia memiliki sumberdaya yang luar biasa jika dibandingkan dengan Korea Selatan. Mulai dari posisi geografis, kesuburan tanah, keanekaragaman hayati, sampai sumberdaya alam yang ada di dalamnya.  Jika kita menengok negeri gingseng ini, sebagian besar wilayahnya berupa bukit berbatu, memiliki areal lahan yang tidak begitu luas  untuk dapat dimanfaatkan sebagai areal pertanian. 

Umumnya areal pertanian hanya menempati lembah-lembah antar perbukitan. Namun kondisi ini tidak menghalangi semangat orang Korea Selatan untuk berupaya semaksimal mungkin agar lahan  yang ada dapat ditanami dan menghasilkan.  Berbagai macam komoditas pertanian dibudidayakan di sana, seperti padi, jagung, kedelai,  sayur-mayur, dan umbi-umbian. 

Jika hanya mengandalkan kondisi lingkungan alami, lahan di Korea Selatan hanya dapat ditanami dan menghasilkan 1 kali panen selama rentang waktu 3- 4 bulan dalam kurun waktu 1 tahun, yaitu pada musim semi.  Selebihnya pada musim panas, musim gugur dan musim dingin,  lahan tidak dapat menghasilkan. Hal ini karena pengaruh faktor lingkungan yang tidak memungkinkan tanaman dapat tumbuh. Hanya jenis-jenis tanaman tertentu yang dapat bertahan hidup, yaitu jenis-tumbuhan konifera/cemara.  Sebagian besar jenis tumbuhan lainnya mengalami masa dormansi/istirahat.  Namun luar biasanya,  masyarakat Korea memiliki semangat dan motivasi luar biasa untuk bertahan hidup. Mereka menerapkan  beberapa cara agar mereka dapat hidup  dan dapat memenuhi kebutuhan pangan dari hasil pertanian negeri mereka sendiri. 

Pada tahap awal berkembangnya ilmu pertanian dan teknologi, para petani Korea yang hanya panen setahun sekali tersebut, mengolah dan mengawetkan hasil pertanianya. Kita mungkin sering mendengar jenis makanan khas dan sangat tekenal di Korea yaitu KIMCHI. Jenis makanan ini,  selalu terhidang dan selalu dapat dijumpai di meja makan, kapan pun dan dimana pun kita makan.  

Nah, Kimchi ini sebenarnya menurut hemat penulis,  adalah  salah satu upaya orang Korea masa lalu agar mereka tetap dapat bertahan hidup di  musim-musim di saat petani Korea tidak dapat memproduksi hasil pertanian. KIMCHI adalah sayur/makanan awetan, yang umumnya terbuat dari sawi putih atau lobak. Kimchi ini  terkadang disimpan di dalam tanah atau di dalam wadah seperti bejana  dari tanah liat. Adapun jangka waktu penyimpanannya  ada yang satu bulan, dua bulan dan seterusnya  bahkan ada yang disimpan sampai 7 bulan atau lebih. Tentunya kita dapat menebak, bagaimana rasanya menurut lidah kita. Bayangkan saja,    sayuran yang sudah dimasak,  disimpan berhari-hari, belum sampai 24 jam saja,  sayuran yang kita buat di Indonesia, rasanya kecut menurut ukuran lidah kita. Namun hebatnya, orang Korea dapat menekankan kepada generasi penerusnya bahwa kimchi ini enak, kimchi ini lezat, kimchi ini menyehatkan. Nah untuk menanamkan agar generasinya  menyukai makanan ini, yaitu dengan cara selalu menghidangkan  kimchi setiap saat.  


Nilai filosofis dari Kimchi ini,  menurut hemat penulis adalah salah satu contoh  ihtiar  orang Korea untuk survival, harus dapat bertahan hidup dari hasil bumi mereka sendiri,  dalam kondisi apapun. Mereka memiliki keteguhan hati, tidak akan mendatangkan makanan dari luar negeri selama di dalam negeri mereka masih ada yang bisa dimakan. 

Berkat kemajuan luar biasa dalam penerapan teknologi pertanian, pada saat ini petani Korea sudah dapat bertani dan panen sepanjang tahun untuk komoditas tertentu. Terutama berbagai jenis tanaman sayuran dan beberapa jenis buah-buahan. Kegiatan pertanian dilakukan dengan memodifikasi lingkungan dan iklim melalui pengembangan pertanian modern dan canggih. Melalui pengembangan teknologi,  Seed Production, Vegetable Cultivavation, Agricultural Machinery, Drone Operation for Pest Control, Green House, Kultur Jaringan, Pemuliaan Tanaman dan Smart Farm inilah, mereka saat ini sudah dapat memenuhi kebutuhan pangan dalam negerinya.  Sudah terbukti memang, dengan kuatnya prinsip hidup, penghormatan terhadap budaya nenek moyang, kemajuan teknologi tidak menggoyahkan budaya masyarakat Korea Selatan yang selalu menyajikan dan menikmati hidangan Kimchi, kapan pun dan dimana pun! 


2. Disiplin Kerja Keras, Menghargai  waktu dan memperhatikan kebersihan

Sikap disiplin warga Korea Selatan dapat penulis rasakan secara langsung dalam keseharian kehidupan warganya. Di manapun dan kapanpun  perilaku disiplin ini dapat kita saksikan  mulai dari disiplin di tempat makan, ditempat belajar, di lingkungan kerja dan jalan raya, atau bahkan di toilet umum. 

Makan di warung ataupun di restoran misalnya, semua konsumen tertib mengantri pesanan, selesai makan, sudah menjadi budaya di sana, konsumen secara individu membawa tempat bekas makanan ke tempat pencucian piring, memisahkan sisa makanan, sumpit,  dan mangkok-mangkok wadah sayur secara rapi di tempatnya masing-masing. Meskipun konsumen tidak sampai mencuci peralatan makan tersebut,  dengan budaya ini, meja dan kursi tempat makan nampak bersih dan rapi. Ah luar biasa, seandainya budaya ini kita terapkan juga di Indonesia. Di kantin asrama sekolah  juga sudah ditetapkan jadwal makan untuk kelompok kegiatan tertentu, misalnya ditentukan makan pagi tersedia mulai jam 6.30 sampai jam 07.00 waktu korea. Jangan coba-coba menuju kantin di luar jam tersebut, karena dapat dipastikan jatah kita sudah tidak tersedia lagi. Ini pengalaman yang sempat penulis rasakan. 

Di tempat kerja mereka juga bekerja menurut waktu dan Standart Operasional Prosedure yang telah ditentukan. Meskipun mereka bekerja di dunia pertanian, budaya mematuhi SOP Kerja ini selalu diterapkan. Penulis suatu ketika magang di salah seorang petani kaktus, yang memiliki 3 - 5  unit Green House dimana 1 unit Green House memiliki ukuran + 15  m  x 40 m, ternyata hanya ditangani oleh 3 orang, yaitu pasagan suami istri sebagai pemilik sekaligus  melayani pelanggan  dan seorang pekerjanya yang menangani seluruh kegiatan budidaya. Mulai dari penyiapan media, potting, pembibitan, re-potting, pemeliharaan tanaman yang meliputi pengendalian hama penyakit dan gulma, hanya ditangani oleh 1 orang pekerja. Seorang pekerja yang betul-betul disiplin dan pekerja keras, selalu menunjukkan kerja terbaiknya. Suatu ketika penulis magang untuk mengikuti irama kerjanya.Ternyata memang membutuhkan tenaga dan energi yang luar biasa, kita harus kuat, cepat, tepat dan harus memperhatikan presisi dalam bekerja. Bagaimana prosedur mengisikan media tanam dalam pot-pot, seberapa banyak volume yang harus diisikan, kepadatannya, penataan pot setelah diisi media. Semua harus rapi, semua harus presisi... ah.. luar biasa.  Itulah sekelumit pengalaman yang tidak dapat penulis lupangan yang harus kita praktikkan di Indonesia. 



Beberapa tempat yang lain, di lokasi magang para pekerjanya juga menunjukkan hal yang sama. Mereka ulet, disiplin, pekerja keras, sangat menghargai waktu dan selalu bekerja berdasarkan Standar Operasional Prosedure yang telah ditentukan. 

Kedisiplinan juga kental terlihat di tempat-tempat umum seperti di jalan raya, semua pes ngemudi mematuhi tertib berlalu lintas. Jarang sekali dijumpai polisi di jalan raya, namun semua pengendara selalu tertib mematuhi tanda-tanda lalu lintas, dan selalu mengutamakan para penyeberang jalan. Di tempat parkir pun, mereka selalu mematuhi ketentuan parkir yang ada, misalnya  lokasi parkir untuk kendaraan ukuran, kecil, sedang dan besar, demikian juga area parkir untuk disabilitas telah dipersiapkan dan selalu dipatuhi oleh masyarakatnya.

Kondisi di toilet umum pun tak kalah mengagumkan, semuanya terjaga bersih, rapi dan harum. Tidak ada ceceran air, tidak ada sampah ataupun ceceran tisu apalagi puntung rokok. Bagi para perokok sudah disiapkan area tertentu untuk menikmati rokok, tidak boleh sembarangan merokok.  

3. Nasionalisme Patriotisme dan Cinta Tanah Air

Sikap nasionalisme dan patriotisme secara terus menerus ditumbuhkan dalam diri masyarakat  Korea, mulai dari usia TK hingga dewasa. Hal ini terlihat jelas dari bagaimana pemerintah Korea Selatan menjaga dan melestarikan  tempat dan bangunan-bangunan yang memiliki nilai sejarah, seperti benteng/castle,  istana raja, penjara, dan DMZ.

Keberadaan tempat-tempat tersebut, secara otomatis dan terus menerus menjadi wahana  penanaman ideologi, mengenang kegigihan perjuangan para leluhur bangsanya,  sebagai tempat wisata budaya dan wisata pendidikan. 

Para orang tua mengajak anak-anak mereka,  para guru mulai dari tingkatan taman kanak-kanak hingga mahasiswa dipandu dan dibimbing untuk mengenang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu. Ini terlihat jelas di Lokasi wisata penjara, dimana semua tokoh dan para pejuang bangsa terpampang di dinding dan lorong-lorong penjara. Para orang tua dan guru menjelaskan secara gamblang peristiwa yang terjadi pada masa lalu. Bagaimana kegigihan dan kepahlawanan para tokoh tersebut, penyiksaan dan derita yang dialami oleh para pendahulu bangsanya. Gambaran penderitaan dan penyiksaan yang dialami oleh para pejuang dan pemimpin Korea  pada masa sebelum merdeka dan pada masa penjajahan. Semuanya ada dan seolah dapat bercerita dan menjadi pembakar semangat.    Dampak luar biasanya adalah terpatrinya jiwa nasionalisme dan patriotisme, kecintaan terhadap tanah air,  kebencian terhadap penjajah bangsanya dan munculnya semangat untuk  menghargai nilai-nilai luhur bangsanya. 


Selanjutnya melalui program wajib militer yang diterapkan untuk seluruh warga/pemuda Korea selatan semakin memperkuat jiwa nasionalisme, patriotisme dan cinta tanah air warga Korea terhadap negerinya.


4. Cinta produk dalam negeri

Masyarakat Korea sangat mencintai penggunaan produk dalam negerinya  untuk memenuhi  semua keperluan hidupnya, mulai dari pemenuhan kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, perumahan. Terlebih lagi  dalam hal penggunaan mesin-mesin produksi, barang-barang  elektronik, dan barang mewah lainnya seperti kendaraan bermotor dan mobil. Jarang sekali dijumpai penggunaan merek-merek produk luar negeri. Kalau pun ada,  menurut taksiran penulis,  jumlahnya tidak mencapai 5%.  

Berdasarkan hasil bincang-bincang penulis dengan para pemandu kegiatan,  pemerintah Korea Selatan hanya mengimpor barang-barang dari luar negeri, manakala jenis barang tersebut memang tidak bisa diproduksi atau diusahakan  dalam negerinya sendiri. Seperti contohnya, kopi, teh, coklat dan rempah-rempah. Kita temukan di Korea Selatan, komoditas yang tidak ditanam di Korea yang ternyata cukup berlimpah di Indonesia digunakan di sana. Contoh sederhananya adalah Coco peat /sabut kelapa untuk keperluan media tanam, ternyata sebagian di import dari Indonesia. 

Sebagian besar bahan baku kopi, ternyata juga di import dari Indonesia. Salah satunya melalui PT. Global Mandehling yang dinahkodai oleh Kim Young Uk. PT. Global mandehling memiliki kantor perwakilan di beberapa tempat di wilayah Indonesia, seperti di Aceh dan di Bandung. 

Kalau pun mereka mengimport bahan baku dari negara lain  yang  sebenarnya bisa diusahakan di dalam negerinya, ternyata juga hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan pasokan industri yang nantinya hasil produksinya di eksport kembali ke luar negeri. Contoh sederhananya misalnya mengimpor beras, bukan untuk mencukupi kebutuhan beras sebagai pangan dalam negerinya, tetapi untuk diolah di perusahaan-perusahaan  dan hasilnya diekspor kembali.  Dengan kebijakan ini, tentunya terbukti memacu para pelaku pertanian dalam negeri untuk berupaya keras melakukan inovasi-inovasi sehingga kegiatan pertanian dalam negeri semakin bergairah, maju dan semakin modern. 


5. Integrasi penelitian dan pengembangan lintas sektoral untuk mendukung kemajuan dan modernisasi/automatisasi.


Kemajuan sektor pertanian di Korea Selatan tidak terlepas dari keterlibatan dan kerjasama berbagai fihak sesuai disiplin kerja dan disiplin ilmunya masing-masing. Jalinan kerjasama yang luar biasa dapat diamati melalui kerjasama antar lembaga seperti antara lembaga pendidikan dengan perusahaan-perusahaan. 

Hal ini sebenarnya sama seperti sistem pendidikan yang telah dilaksanakan di Indonesia, yaitu link and match. Seperti yang penulis temukan di salah satu SMK favorit di Korea yaitu Gimje Meister High School for Agricultural Sciences yang berdiri sejak tahun 1950. Lembagi ini juga menerapkan pola link and match. Kemitraan menyangkut penyusunan kurikulum, sinkronisasi program pembelajaran, saran dan fasilitas pembelajaran, kunjungan belajar, praktik kerja industri dan penyerapan lulusan yang semuanya sudah terlaksana dengan baik, sehingga 100 % lulusan sekolah ini  langsung  bekerja setelah menyelesaikan pendidikan. 

Sisi lain yang mungkin membedakan  dengan SMK kita adalah jumlah siswa per rombongan belajar yang hanya 18 orang per kelas, tersedianya semua peralatan praktik yang sama seperti alat mesin dan peralatan yang digunakan di dunia kerja,  penguatan literasi dan pembentukan karakter yang sudah terbentuk secara berjenjang, bertahap dan terus-menerus.


Peran Industri dan keterlibatan industri tidak hanya dengan lembaga pendidikan, namun sudah merambah pada kelompok tani, koperasi tani dan individu. Keterlibatan industri dan perhatian industri pada pengembangan dunia pertanian tampak jelas pada keterlibatan industri dalam memajukan dunia pertanian. Sebut saja seperti PT Samsung yang telah memfasiltasi dan mendampingi hadir dan berkembangnya pertanian pintar /Smart Farm di Korea Selatan.

 


6. Selalu ingin menjadi yang terbaik di dunia

Sudah terpatri dalam diri orang Korea untuk selalu menjadi yang terbaik di dunia. Dengan visi inilah yang mendorong dan membangkitkan semangat belajar dan semangat bekerja orang korea. Mereka fokus belajar, mereka fokus bekerja, belajar dan bekerja secara fokus dan spesifik pada bidangnya masing-masing, sehingga setiap bidang dapat berkembang dan maju pesat secara cepat dan luar biasa. Budaya cepat-cepat atau yang biasa dikenal dengan istilah phalli-phalli inlah yang menjadikan korea maju pada berbagai bidang. Beberapa contoh misalnya pada sektor teknologi dan industri, kita mengenal perusahaan besar seperti  SAMSUNG dan LG.  Pada bidang otomotif, kita mengenal KIA dan Hyundai, pada sektor niaga kita mengenal Lotte yang telah merajai pasar dunia. 

Secara filosofi sebenarnya kita sebagai orang Indonesia sudah punya konsep untuk dapat maju seperti mereka. Sebagai contohnya, kita sering mendengar budaya kerja/budaya inovasi  masyarakat Jawa dengan istilah 4N  (Niteni, Nerokke, Nambahi lan Nemokke) atau jika di Indonesia-kan menjadi (Memperhatikan, Menirukan, Menyempurnakan, dan Menemukan). Ternyata budaya inovasi inilah yang menjadikan Korea Selatan Maju. Contoh nyata yang penulis alami sebagai salah satu hasil magang, di Perusahaan Traktor LS-Tron, ternyata menerapkan konsep ini. Di devisi pengembangan traktor  penulis menemukan berbagai merek dan jenis traktor produk luar negeri seperti  Kubota,  John Deer, Lamborgini, Marsey Ferguson dan Deutz. Ternyata keberadaan traktor tersebut adalah sebagai sarana penelitian, diamati bagian-bagiannya, dipelajari mekanisme kerjanya. Target minimal adalah dapat meniru produk tersebut untuk dibuat di industri LS sendiri, namun target selanjutnya adalah menyempurnakan dan menemukan inovasi yang lebih modern, automatis dan canggih dari produk yang telah dibuat oleh negara-negara lain.    


Lalu bagaimana dengan kita ?  Kalau kita ingin maju mengejar ketertinggalan pada berbagai bidang, khususya bidang pertanian, maka kita kita harus yakin ‘SIAP!!.  Siap belajar  dan bekerja  dengan keras, cepat, spesifik dan fokus. 

Demikian sekelumit oleh-oleh dari negeri seberang, semoga memotivasi kita bersama untuk memajukan pertanian di Indonesia.


Hariyanto, S.TP, MP.,

Guru SMKN 1 Kalibagor, Kab. Banyumas


Penulis: Hariyanto,

Editor: Andy Ismer

Berita Terkait

Copyright ©2024 Suara Purwokerto. All Rights Reserved

Version: 1.23.3 | Build ID: FHBRa1vRFd-dgFqX1RoWX