Suara Purwokerto -
Ketika anak sakit, sebagian orang tua menghindar untuk datang ke dokter (spesialis) anak. Alasannya sepele, mereka enggan dan tak mau menjadi sasaran: di-per-salahkan!
Menghindari dokter dalam kondisi tertentu tentulah kurang bijak. Demikian halnya, kenapa dokter marah kepada orang tua ketika si anak sakit, tak diungkap penjelasannya secara memadai. Dalam kaitan ini, penulis mencoba telisik kenapa dokter sampai 'marah' dan menyalahkan orang tua, padahal orang tua justru datang untuk minta bantuan demi kesembuhan sang anak.
Perlu dicatat, orang tua adalah pihak paling bertanggung jawab terhadap kesehatan sang anak. Dalam konteks (sakit) tertentu, orang tua bisa dianggap abai, lalai atau kurang kontrol sehingga 'kelalaian' itu berpotensi menjadi penyebab sakit si anak. Keabaian, kelalaian atau kurang kontrol-nya orang tua yang menyebabkan anak mengalami gangguan kesehatan, acap kali tak terungkap secara ilmiah. Betapapun, orang tualah yang (semestinya) paling tahu; namun mereka kurang menyadari akan hal tersebut.
Panas (demam), batuk dan pilek, adalah gangguan yang paling umum dialami anak-anak. Obat turun panas dan sejenisnya, cukup mudah diperoleh karena banyak dijual di pasaran. Dengan alasan tertentu, orang tua merasa tak perlu ke dokter. Ketika keluhan tak kunjung sembuh, orang tua merasa panik dan 'terpaksa' ke dokter.
Pandemi covid-19 semestinya menjadi media pembelajaran yang sangat berharga. Agar terhindar dari covid-19, kita diimbau untuk melakukan 3M: memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak. Bahkan, slogan 3M kemudian berkembang menjadi 4M, 5M, dan seterusnya.
Orang yang terkonfirmasi positif covid-19, meskipun tanpa gejala, dianjurkan untuk 'jaga jarak' dengan melakukan isolasi mandiri (isoman) selama 14 hari dan tidak bergabung atau tidak kontak langsung dengan orang lain. Hal itu dimaksudkan agar orang yang sehat tidak tertular virus, karena sangat rentan tertular jika terjadi kontak langsung.
Bagaimana halnya dengan kasus anak yang 'sakit', tapi malah orang tua yang di-per-salahkan oleh dokter?
Berikut penjelasan yang bisa disimak. Perlu diingat, anak dan orang tua memiliki hubungan dan faktor genetik yang sangat erat. Faktor genetik itu sangat bervariasi. Ada orang yang sensitif terhadap udara dingin, debu, atau bahkan aroma tertentu. Faktor udara dingin bisa menyebabkan alergi berupa bintik-bintik pada kulit, debu menimbulkan bersin-bersin, aroma tak sedap bisa mengakibatkan rasa mual dan lain sebagainya.
Kondisi sensitif orang tua tersebut, mengingat (kesamaan) faktor genetik, sangat mungkin menurun kepada anak-anak; tetapi tidak selalu. Betapapun, perlu dicatat bahwa, orang dewasa memiliki tingkat imunitas yang lebih tinggi dibandingkan anak-anak. Oleh karena itu, orang tua mestilah bijak untuk selalu menjaga kesehatan dirinya demi kesehatan anak-anaknya.
Jika Anda terkena batuk-pilek, misalnya, pernahkah berfikir bahwa berpotensi menjadi penyebab batuk-pilek anak-anak? Sekali lagi, karena kesamaan (faktor) genetik, anak-anak mudah tertular oleh orang tuanya yang kontak langsung dalam keseharian. Maka, atas kondisi gangguan kesehatan alias sakit si anak, bisa disimpulkan: orang tualah penyebabnya. Pasalnya, penyakit yang terutama disebabkan virus, orang tualah pembawa (carrier) virus tersebut, yang kemudian ia tularkan kepada anak.
Sekira Anda betul-betul sayang kepada anak, maka jangan sepelekan batuk atau pilek yang Anda alami. Orang tua cukup punya imunitas sehingga menganggap pilek-nya itu hal sepele. Tetapi perlu diingat bahwa, imunitas anak-anak belum sekuat orang dewasa. Ketika Anda punya gejala batuk-pilek, menjaga jarak adalah langkah bijak; dan, upaya penyembuhan segera adalah hal yang bijak pula: tarik napas dan tahan napas selama satu menit, ulangi 10-15 kali, niscaya pilek ringan segera hilang.
Adapun kiat menjaga kesehatan anak, para orang tua sudah tak perlu diajari lagi. Satu hal yang penulis sayangkan adalah, sangat sedikit orang tua yang sengaja mengajak anak-anak untuk rajin berjemur (sekira 15 menit) di bawah sinar matahari pagi. Tidak mau memanfaatkan anugerah Tuhan, berupa sinar matahari yang menyehatkan dan tersedia secara gratis, sama halnya: tak mau mensyukuri nikmat Tuhan, bukan? Nah! (*)