Profil

KHA Chudlori, Sang Guru Ngaji dari Sokaraja Tengah

Kamis, 16 September 2021 00.06

Suara Purwokerto
Di kalangan murid tarekat Syadziliyyah, Kiai Chudlori dikenal sebagai guru (mursyid) pada zamannya. Urut-urutan mursyid tarekat Syadziliyyah di Sokaraja setelah KH Asfiya adalah KHA Bunyamin, dan diteruskan oleh KHA Chudlori. Sepeninggal Kiai Chudlori, mursyid tarekat ini diteruskan oleh KHA Mudatsir, hingga diturunkan kepada KH Imam Munhasir.

Semasa penjajahan Belanda hingga awal Kemerdekaan RI, Kiai Chudlori merupakan salah satu ulama berpengaruh di Sokaraja. Aktivitas dakwah beliau adalah mulang ngaji anak-anak kampung setiap usai jamaah shalat Maghrib, adapun selepas jamaah shalat Isya beliau mengajar orang-orang tua.

Model pengajian Kiai Chudlori untuk anak-anak adalah model sorogan, sehingga materi bagi satu anak berbeda dengan yang lain. Ada yang mengaji materi fiqih dengan kitab Safinah, Riyadhul Badiah, Taqrib. Ada yang mengaji materi akidah dengan referensi kitab Qotrul Ghoits, Aqidatul Awam, Jauharut Tauhid. Ada pula yang mengaji referensi lain semisal Sulam Taufiq dan Bidayah.

Khusus malam Jumat adalah pembacaan kitab Al-Barzanji, setelah itu dilanjutkan latihan kuntau alias pencak silat. Sekali waktu latihan pencak silat pada malam Jumat diliburkan, karena Kiai Chudlori menghadiri acara Manakiban di tempat KHA Syatibi di Karangbangkang.

Kiai Chudlori dikenal dikenal sebagai sosok yang dermawan dan penyayang, terutama kepada anak-anak kecil. Warga masyarakat yang biasa Jumatan di Masjid Kauman Sokaraja Tengah biasa beliau persilakan mampirkan ke rumanya.

"Warga masyarakat yang pulang dari jamaah shalat Jumat dan melewati rumah beliau, biasanya beliau ampirkan dan dijamu makan siang. Sewaktu saya kecil dulu, saya melihat banyak warga Karangbangkang yang Jumatan di Masjid Kauman Sokaraja Tengah," kata Drs Imam Faozi, salah seorang cucu Kiai Chudlori.

Dulu di dekat Mushola Al-Chudlori, menurut Imam Faozi, ada dua kamar untuk menginap belasan orang santri. Mereka berasal dari daerah Petuguran-Bumiayu Brebes, ada pula yang dari daerah Bobotsari Purbalingga. Semasa zaman penjajahan Belanda, konon Kiai Chudlori sempat ngungsi ke daerah Karanggude Bobotsari.

Kiai Chudlori berpulang ke hadirat Allah sekira tahun 1972. Almarhum meninggalkan lima orang anak, yakni: (1) Umi Salamah, (2) Maksum, (3) Siti Murfiah, (4) Siti Rofiah, dan (5) Siti Marfuah.

Penulis: Akhmad Saefudin SS ME

Editor: Andy Ismer

Berita Terkait

Copyright ©2024 Suara Purwokerto. All Rights Reserved

Version: 1.23.3 | Build ID: FHBRa1vRFd-dgFqX1RoWX