Profil

KH Maksudi, Sang Ulama Ahli Hikmah dari Sokarja Wetan

Senin, 6 September 2021 19.37

KH Maksudi, Sang Ulama Ahli Hikmah dari Sokarja Wetan

Suara Purwokerto - Konon, sosok Kiai Marzuki masih termasuk salah satu kerabat keraton Solo. Karena sesuatu hal ia terpaksa keluar dari rumah, pergi meninggalkan kedua orang tua, berkelana dalam penyamaran demi keselamatan dirinya waktu itu. Marzuki muda terus berjalan dan berjalan hingga ke arah barat. Sampailah ia di wilayah Sokaraja, dan nyantri di sebuah pesantren di Sokaraja Lor. Di tempat ini pula Kiai Marzuki bertemu jodohnya.
Menjalani kehidupan baru dan berumah tangga di Sokaraja, Kiai Marzuki dikaruniai 11 orang anak. Kesebelas anak beliau adalah: (1) Harjo Sungkono, (2) Asfiyah, (3) Nyai Sutiarjo, (4) Ahmad Zuhdi, (5) Maksudi, (6) Nyai Juremi, (7) Nyai Sutoarjo, (8) Arjo Sukarto, (9) Zarnuji, (10) Nyai Mursyid, dan (11) Nyai Suro.
KH Maksudi adalah putra kelima Haji Marzuki. Bersama Kiai Juremi dan Kiai Ahmad Zuhdi, sekira tiga tahun lamanya Kiai Maksudi bermukim dan menimba ilmu di Tanah Suci Makkah. Sepulang dari Tanah Suci, KH Maksudi pun mulai berdakwah hingga dirinya dikenal sebagai ulama ahli hikmah dari Sokaraja Wetan.
Perawakannya tinggi gagah. Wajahnya cerah memancarkan kharisma. Orang sekira mengira beliau keturunan Arab. Demikian sekilas gambaran tentang sosok KH Maksudi. 
"Melihat postur tubuhnya, banyak orang menyangka Kiai Maksudi adalah Tuan-tuan. Orang menyangka beliau itu keturunan Arab," kata Kiai Saifuddin, salah seorang murid almarhum.
Semasa hidupnya, menurut Kiai Saifuddin, banyak orang datang kepada Kiai Maksudi di Sokaraja Wetan. Mereka datang dengan pelbagai problema dan persoalan hidup untuk mendapatkan pencerahan.
Hal serupa mengenai sosok Kiai Maksudi dituturkan H Amin Suwarno, salah seorang tokoh Desa Sokaraja Lor.
"Dulu banyak orang datang untuk minta doa restu atau konsultasi kepada Kiai Maksudi. Ada yang datang karena belum kunjung memperoleh jodoh, ingin dapat pekerjaan, ada saudara yang sakit, dan lain-lain," kata H Amin Suwarno.
Kiai Maksudi, tutur H Amin, biasanya memberikan air putih kepada tamu-tamu yang datang. Lebih dari itu, konon ada orang datang minta bantuan kepada Kiai Maksudi untuk mengusir makhluk halus yang mengganggu keluarganya.
Di masa penjajahan Belanda-Jepang, banyak pemuda yang datang kepada beliau untuk diajari pencak silat. Beliau mengajar pencak silat bukan untuk sekadar gagah-gagahan, namun untuk membekali para pemuda dalam menghadapi penjajah.
Salah satu murid Kiai Maksudi yang di kemudian hari mengembangkan ilmu pencak silat adalah Kiai Achmad Arief. Sosok yang akrab disapa Ayaeh ini adalah pendiri Perguruan Pencak Silat Asma yang bermarkas di Kauman Lama Purwokerto. 

Penulis: Akhmad Saefudin SS ME

Editor: Andy Ismer

Berita Terkait

Copyright ©2024 Suara Purwokerto. All Rights Reserved

Version: 1.23.3 | Build ID: FHBRa1vRFd-dgFqX1RoWX