Profil

Kiprah Dhalang Ki Ratmiko Siswo Carito

Rabu, 8 Januari 2020 22.15

Suara Purwokerto - Sosok Inspiratif 

KIPRAH DHALANG KI RATMIKO SISWO CARITO

Sudah lama saya memperhatikan seorang priyayi Banyumas asli yang sehari-harinya berpenampilan sederhana, low profile dan bertutur kata lembut. Profesinya rangkap, selain sebagai guru SMKN Kebasen Banyumas juga seorang dhalang wayang kulit. Beliau yang saya maksud adalah Ki Ratmiko Siswo Carito dengan nama asli Ratmiko Catur Wahyudi, lahir di Banyumas, 31 Januari 1975. Menempuh pendidikan umum di SDN II Tambak, SMPN 1 Tambak, SLTA SMT Pertanian Kalibagor, IPB Bogor dan terakhir di UST Sarwi Yogya.

Ratmiko terlahir bukan dari keluarga seni, namun sejak kecil sudah bercita-cita menjadi dhalang, hal ini bisa jadi terpengaruh oleh lingkungan keluarga besarnya yang setiap hajatan selalu nanggap wayang kulit dan statusnya sebagai anak angkat dhalang Sono (alm) dari Blekatuk Gombong. Namun demikian keinginan menjadi dhalang tidak disetujui oleh kedua orang tuanya, terutama ibunya yang berprofesi sebagai Guru SD justru menginginkan putranya ini menjadi guru.

Lulus SMP sebenarnya ingin melanjutkan ke SMKI Sendang Mas (sekarang bernama SMKN3 Banyumas) tidak diizinkan, sehingga masuk ke SMT Pertanian Kalibagor Jurusan Mekanisasi Pertanian. Setelah lulus SMT keinginan menjadi dhalang belum redup, bahkan ingin meneruskan kuliah di STSI Solo, itupun tetap tidak diizinkan oleh orang tuanya. Walau dengan berat hati masuk ke IPB Bogor mengambil Jurusan yang sama PGKP (Pendidikan Guru Kejuruan Pertanian, dimana saat itu IPB merger dengan IKIP Negeri Jakarta).

Selama di IPB, konsentrasi terpecah dua karena saking senengnya pada dunia pakeliran, boleh diibaratkan raga berada di Bogor tetapi pikiran ada di STSI Solo. Untuk mengobati rasa rindu terhadap pagelaran wayang kulit, setiap ada pentas wayang baik wayang golek maupun wayang kulit gagrag manapun dia tonton.

Yang membuat hatinya bertekad bulat untuk mewujudkan impiannya menjadi dhalang adalah waktu di IPB Bogor dipentaskan wayang kulit oleh dhalang dari Bandung yang berstatus sebagai dosen. Sejak itulah Ratmiko mulai lebih serius ‘ngangsu kawruh pedhalangan’ (menimba ilmu pedhalangan) dari berbagai sumber yang ada baik dari pergaulan dengan seniman, dhalang, kepustakaan maupun teman-teman sehobby.

Setelah lulus dari IPB Bogor tahun 1996 bekerja menjadi Guru di 2 SMK. Saat inilah waktu yang dianggap tepat minta izin kepada kedua orang tuanya untuk mewujudkan impiannya menjadi seorang dhalang, dan Ratmiko mendapatkan izin itu karena tidak meninggalkan profesi guru sebagaimana yang didambakan bundanya.
Pada tahun 1999 berumah tangga mendapat istri dari tetangga kecamatan.

Untuk pertama kalinya Ratmiko berguru kepada dhalang Ki Saridi yang menjabat juga sebagai Kades Demangsari Kec. Ayah Kab. Kebumen, namun dalam perjalanannya hanya kuat beberapa bulan saja dan akhirnya mundur. Selepas dari Kebumen, sekitar tahun 2000 meneruskan ngangsu kawruh pedhalangan kepada Ki Gondo Wasito dari Sokawera Patikraja, kepada dhalang senior Ki Ir. Sartono dari Kalisube Banyumas, dan juga berguru kepada Ki Darmono dari Mrenek Maos.

Karena para gurunya menganut Gaya Pedhalangan Gagrag Banyumasan yang berbeda-beda, maka tak pelak dengan berbekal kecerdasan akademiknya Ki Ratmiko berhasil meramu keunggulan gaya-gaya gagrag Banyumasan menjadi suatu gayanya sendiri yang lain dari pada umumnya, dimana dhalang-dhalang Banyumasan hanya menganut satu gaya. Gaya pedhalangan Ki Ratmiko Siswo Carito merupakan perpaduan Gaya Ki Soegino Siswotjarito dengan Gaya Ki Alip Suwardjono, dimana keunggulan itu berada pada: Antawecana, Kombangan, Sabetan dan bahasa tutur yang santun.

Pengalaman pentas pertama di lapangan Mandirancan pada Acara HUT RI. Pagelaran lainnya adalah pada ivent kecamatan, tanggapan perorangan, maupun komunitas. Pementasan yang paling berkesan ialah di Desa Karang Pucung, Kec. Tambak Kab. Banyumas, dimana penonton begitu membludak sampai tancep kayon. Info terakhir yang saya dapat Ki Ratmiko akan pentas di Kec.Randu Dongkal Kab.Pemalang

Yang paling menggembirakan, Ki Ratmiko sangat terbuka terhadap kritik dan saran, tentunya akan diterima dengan lapang dada.
Ternyata kita masih mempunyai simpanan dhalang gagrag Banyumasan yang low profil dan belum banyak diketahui khalayak pandhemen. 


Penulis :Mudibyo WHS, S.AP, M.M

Penulis: Mudibyo

Editor: Andy Ismer

Berita Terkait

Copyright ©2024 Suara Purwokerto. All Rights Reserved

Version: 1.23.3 | Build ID: FHBRa1vRFd-dgFqX1RoWX