Suara Purwokerto : Puluhan seniman dari berbagai genre beraksi saat Pagelaran Seni
Budaya sekaligus peluncuran album "Bingkai Nusantara", di halaman parkir
Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Kamis (15/3) malam. Mereka
menyatukan keberagaman dalam satu pementasan.
Di
bagian awal, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Art Dance Club menyuguhkan
tari modern sebagai pembuka. Lalu disambung dengan penampilan gitaris
blues asal Banyumas, Gendhit yang membawakan satu materi pada album
bertajuk "Sketsa Hidup" dan band indie Ampas Kopi yang membawakan lagu
"Ayo Kawan".
Semakin malam, giliran vokalis
grup Keroncong Mbeling Ambar, berkolaborasi dengan cellis (pemain cello)
Yono, gitaris Iskandar dan violis Pandu menampilkan aransemen lagu
"Anjing Galak" mengantarkan penampilan Ujung Kuku yang menggarap lagu
"Manusia Pasti Bisa", "Penari Kecil", "Kosong","Renungan Pagi" dan
ditutup dengan lagu "Bingkai Nusantara".
Di
sela aksi panggung mereka, pegiat Teater Si Anak Fisip Unsoed dan
Komunitas Sedulur Pantomim Purwokerto (SPP) menggelar teatrikal.
Sementara tiga perupa muda dari UKM Senru IAIN Purwokerto, menggarap
lukisan di atas panggung. UKM Fotografi "Refleksi" memajang karya disela
suara barista meracik kopi-kopi lokal dari Komunitas Juguran Kopi.
Lukisan
karya Senru itu sendiri, langsung dilelang. Hasilnya disumbangkan
kepada korban bencana alam di Brebes dan Banjarnegara.
Pentolan
Ujung Kuku, Sendy Noviko mengatakan, album "Bingkai Nusantara", sebagai
terinspirasi dari peristiwa pemilihan presiden tahun 2014 lalu. Hajatan
politik ini memunculkan dua kubu entitas hingga berimbas pada
masyarakat kecil.
"Keberagaman bangsa ini terusik hanya karena proses politik. Kami ingin menyatukan dalam sebuah pementasan," katanya.
Pagelaran
ini juga diisi dengan talkshow bersama pelaku seni, pekerja kreatif
hingga dosen di Purwokerto. Mereka akan membahas persoalan keberagaman,
proses kerja kreatif dan bedah karya seni.
Sementara
itu, pegiat komunitas pantomim, M Fahmi mengatakan, bangsa ini harus
kembali belajar mengakui perbedaan yang sudah ada sejak masa nenek
moyang. Hal itu menjadi kekayaan, keunikan dan kekuatan Indonesia.
"Perbedaan itu bukan untuk diperdebatkan," katanya
Parsito