Politik

Ramai Polling Pilkada Banyumas, Apakah Valid Hasilnya ?

Rabu, 3 April 2024 10.40

Mite Setiansah, Dosen Metode Penelitian Komunikasi yang sekaligus Dosen Riset Media dan Pembangunan di Univeristas

Suara Purwokerto
Fenomena polling atau jajak pendapat  pilkada ( pemilihan kepala daerah ) di Kabupaten Banyumas akhir-akhir ini banyak beredar di grup-grup whatsapp. Polling ini sendiri beredar di grup-grup WA karena hajatan pilkada di Banyumas pada tahun 2024 ini cukup menarik dengan bakal calon bupati dan bakal calon wakil bupati yang kali ini banyak memunculkan nama-nama baru.

Pertanyaannya, apakah polling yang beredar di grup-grup WA ini valid ? Apakah sudah memenuhi standar kredibilitas penelitian atau keilmuan akademik ?

Mite Setiansah, Dosen Metode Penelitian Komunikasi yang sekaligus Dosen Riset Media dan Pembangunan di Univeristas Jenderal Soedirman Purwokerto justru mempertanyakan keabsahan hasil polling tersebut.

Pertanyaan Mite selanjutnya bahwa dari aspek kredibilitas peneliti, apakah pembuat polling memiliki rekam jejak yang memadai dalam topik yang diteliti. Apakah sebagai peneliti dia punya _road map_ ( panduan ) yang jelas atau tiba-tiba saja menjadi peneliti dan berperan sebagai "expert" ( orang yang ahli ) dalam topik tersebut.

“Jadi, kalau dalam aspek metodologis, sebagai sebuah survey yang umumnya menggunakan pendekatan _positivistic_ ( yang dapat dibuktikan secara ilmiah), maka yang paling utama dalam penelitian itu harus objektif, bebas nilai. Peneliti atau pembuat polling juga harus menjaga jarak dari objek maupun subjek yang ditelitinya,” jelasnya.

Dia menambahkan, dalam sebuah polling tidak boleh ada keberpihakan. Hal ini terkait beredarnya polling yang tentunya menimbulkan pertanyaan masyarakat, bagaimana dengan para pembuat polling pilkada, apakah mereka memiliki kredibilitas yang jelas.

Selain itu, dalam polling sample juga harus jelas. Siapa yang menjadi populasi penelitian, bagaimana sampel diambil sehingga bisa merepresentasikan populasi.

“Jadi polling itu tidak asal-asalan apalagi hasilnya terkait kepentingan masyarakat banyak. Justru yang saya amati dalam banyaknya polling yang beredar itu, menunjukkan masyarakat yang dijaman serba instan di media sosial ini bisa membuat polling berdasarkan keinginan dan kepentingan sendiri dan kelompoknya,” lanjutnya.

Dia juga mempertanyakan polling yang beredar, yaitu siapa populasinya (masyarakat yang dijadikan sampel polling), dan bagaimana metode samplingnya diambil.

Jadi polling yang valid menurutnya adalah memenuhi instrumen penelitian yang disusun berdasarkan hipotesis dan teori yang jelas serta teruji validitas dan reliabilitasnya.

“Saya melihat banyak ketidak validan polling saat ini, terkait pertanyaan-pertanyaanya apakah sudah diuji validitas dan reliabilitasnya, atau polling ini hanya spontan disusun dan dibagikan untuk diisi masyarakat melalui gurp-grup WA,  dan apakah hasil polling pilkada mewakili suara dan dapat diberlakukan di daerah yang disurvey” tanya Mite.     

Namun demikian, dosen lulusan S-3 ini tidak menampik jika banyaknya polling karena kehadiran media digital telah mengubah khalayak tidak lagi hanya sebagai consumer melainkan juga sebagai produser sehingga muncul istilah prosumer. Karena masyarakat pengguna smartphone tidak hanya mengkonsumsi media, tetapi juga memproduksi konten media.

”Dalam konteks pilkada, kemunculan expert-expert atau ahli-ahli virtual dan produser-produser konten antara lain tampak pada hadirnya berbagai polling pilkada yang jika ditilik dari kaidah keilmuan hasil polling yang dishare tersebut tidak dapat diterima sepenuhnya,” pungkasnya.

 ( EsAy )

Penulis: EsAy

Editor: Ismer

Berita Terkait

Copyright ©2024 Suara Purwokerto. All Rights Reserved

Version: 1.23.3 | Build ID: FHBRa1vRFd-dgFqX1RoWX