Politik

SOROTAN

Senin, 1 April 2024 08.53

 Pemilu (Tanpa) Legislatif
Pemliu hampir usai. KPU sudah menetapkan hasilnya. Siapa saja yang mendapatkan kursi sudah jelas orangnya. Kini, yang ramai di Gedung MK. Gugatan sudah diajukan, dengan tuntutan yang seram: batalkan hasil pilpres. Lalu bagaimana dengan pileg?
Memang nampaknya belum ada yang minta pileg dibatalkan. Gugatan seputar pileg lebih diwarnai perselisihan hasil suara caleg, seperti yang dialami adik Rafi Ahmad itu. Jadi, tak ada alasan mengulang pileg?

Tapi teman saya—caleg ‘miskin’ yang gagal mendapatkan kursi, punya pendapat berbeda. Justru yang terang-terangan melakukan kecurangan adalah para caleg. “Mereka semua bagi uang. Money politic,” katanya. Rasanya tak ada caleg yang tak bagi uang saat ini.

Di sebuah grup diskusi, saya mendengar analisis seorang pengamat. Menurutnya, di Banyumas, untuk mendapatkan kursi, seorang caleg minim-minimnya keluar Rp 1 miliar. “Banyak yang habis di atas 2 M,” katanya. 

Konon, angka uang ‘wuwur’ pun mengalamin inflasi. Amplop berisi Rp 50 ribu tak lagi dianggap. “Gile, sekarang amplop 200 ribu aja ditolak,” kata seorang pelawak yang juga caleg di Jakarta.
Kok tak ada gugatan soal money politic ke MK? Mungkin karena semua pemain, jadi semua sudah memakluminya. Sesama penipu dilarang saling mengadu.
Terlepas dari perdebatan soal konstitusi dan administrasi oleh para elite di Jakarta, justru pilpres berjalan baik-baik saja. Setidaknya, tak  ada yang membagi uang untuk memilih paslon No satu, dua, atau tiga.
“Memang, kalau pilpres biasanya yang dimainkan politik identitas. Nah, pileg atau pilkada baru money politic,” kata salah seorang pengurus parpol besar di Banyumas. Syukurlah, pada Pilpres 2024 ini politik identitas tak seheboh Pemilu 2019.
Sejak awal memang pemilu ini lebih terasa sebagai pilpres semata. Kenyataanya kita mencoblos 5 kartu: calon presiden dan wakilnya, calon anggota DPD, celeg DPR, caleg DPRD Tk 1, dan caleg DPRD Tk 2.

Sejak pendaftaran hingga kampanye dan pencoblosan, perhatian masyarakat lebih tertuju pada pilpres. Di situlah, segala keterlibatan-terutama emosi, terjadi. Masyarakat seolah tak peduli pada pileg.

Dalam sudut pandang demokrasi, legislatif—sebagai salah satu kaki Trias Politica, sama pentingnya dengan eksekutif. Fungsi legislasi, penganggaran, dan pengawasan ada di tangan anggota Dewan.

Menormalisasi praktik money politic sama saja dengan menggali kuburan bagi demokrasi. Ke depan, perlu ditimbang ulang praktik pemilu satu paket semacam ini. Efisiensi tak boleh mengalahkan substansi!

Penulis: Edsa

Editor: Ismer

Berita Terkait

Copyright ©2024 Suara Purwokerto. All Rights Reserved

Version: 1.23.3 | Build ID: FHBRa1vRFd-dgFqX1RoWX